Khutbah Jumat: Menjaga Hati Sehat Modal Utama Raih Takwa Sejati

Khutbah Jumat, Menjaga Hati Sehat Modal Utama Raih Takwa Sejati
Khutbah Jumat, Menjaga Hati Sehat Modal Utama Raih Takwa Sejati

Hati adalah sumber penggerak kebaikan dan dapat memacu kita untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

{أَلاَ وَإِنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهِيَ القَلْبُ} (HR al-Bukhari dan Muslim).

Artinya, “Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh anggota badan.

“Jika ia rusak maka rusak pula seluruh anggota badan, ketahuilah, ia adalah hati.”

Bacaan Lainnya

Hadits ini terbagi dalam dua sudut pandang.Pertama, secara jasmani.

Secara lahiriah, Nabi Muhammad SAW berpesan tentang betapa vitalnya fungsi jantung (bahasa Arab: qalb) dalam tubuh manusia.

Jantung punya fungsi utama memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Jantung bertugas pula menyalurkan nutrisi ke seluruh tubuh.

Organ i bertugas juga membuang sisa metabolisme tubuh. Jantung yang normal adalah pangkal jasmani yang sehat.

Sebaliknya, ketika jantung mengalami gangguan, maka terganggu pula kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Kedua, secara rohani. Istilah qalb termaknai sebagai apa yang sering kita sebut dengan “hati”. Hati memang tidak kasat mata.

Pengaruhnya kepada setiap gerak-gerik manusia amat menentukan. Ia tempat berpangkalnya niat. Tulus atau tidak, jujur atau pura-pura, lebih sering hanya terketahui oleh Allah.

Hati hanya terketahui oleh Allah dan pemilik hati sendiri. Dalam Islam, hati merupakan sesuatu yang paling pokok.

Ibarat jantung, rusaknya hati berarti rusaknya tiap perilaku manusia secara keseluruhan.

Maksud dari hadits Rasulullah tentu lebih tertuju pada pemaknaan yang kedua ini.Tentu kita semua berharap hati kita sehat jauh dari aneka sifat atau perilaku-perilaku yang dapat membuat hati rusak.

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Munabbihât ‘ala Isti‘dâdi li Yaumil Mî‘âd memaparkan penjelasan Imam Hasan al-Bashri tentang hal ini.

Imam Hasan al-Bashri menjelaskan bahwa setidaknya ada enam hal yang membuat hati manusia menjadi rusak.

Pertama, berbuat dosa dengan berharap kelak ia bisa bertaubat.Ia sadar bahwa apa yang terlakukan adalah kedurhakaan, tapi berangan-angan ia bisa menghapus kesalahan-kesalahan kini di kemudian hari.

Ini merupakan sebuah kesombongan karena terlalu percaya diri bahwa Allah akan memberinya kesempatan bertaubat lalu melimpahinya rahmat.

Ini juga masuk kategori sikap meremehkan karena perbuatan dosa terlakukan bukan karena kebodohan melainkan kesengajaan.

Alih-alih tobat bakal datang.Bisa jadi justru hati makin gelap, dosa-dosa kian menumpuk, dan kesadaran untuk kembali kepada Allah makin tumpul.

Kedua, berilmu tapi tidak mau mengamalkannya. Pepatah bijak mengatakan, al-‘ilmu bilâ ‘amalin kasy syajari bilâ tsamarin (ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah).

Pengamalan dalam kehidupan sehari-hari dari setiap pengetahuan tentang hal-hal baik adalah tujuan dari ilmu.Hal ini juga menjadi penanda akan keberkahan ilmu.

Pengertian “tidak mengamalkan ilmu” bisa dua: mendiamkannya hanya sebagai koleksi pengetahuan dalam kepala.Atau si pemilik ilmu berbuat yang bertentangan dengan ilmu yang dimiliki.

Kondisi ini bisa menyebabkan rusaknya hati.Ketiga, ketika seseorang beramal, ia tidak ikhlas.

Setelah ilmu teramalkan, urusan belum sepenuhnya beres.Sebab, manusia masih terhinggapi hawa nafsu dari mana-mana.

Ia mungkin saja berbuat baik banyak sekali.Namun sia-sia belaka karena tidak ada ketulusan berbuat baik. Ikhlas adalah hal yang cukup berat.

Ikhlas meniscayakan kerelaan hati meskipun ada yang terkorbankan. Keempat, memakan rezeki Allah tapi tidak mau bersyukur.

Karunia dan syukur merupakan pasangan yang tidak bisa terpisahkan. Jika tidak ada kehidupan manusia di dunia ini yang luput dari karunia Allah.Maka bersyukur adalah pilihan sikap yang wajib.

Orang yang tidak mau bersyukur adalah orang yang tidak memahami hakikat rezeki.Jenis anugerah Allah mungkin terbatasi hanya kepada ukuran-ukuran yang bersifat material belaka.

Misalnya jumlah uang, rumah, jenis makanan, dan lain-lain.Padahal, rezeki telah terterima setiap saat, berupa nikmat bendawi maupun nonbendawi. Mulai dari napas, waktu luang, akal sehat, hingga berbagai kecukupan kebutuhan lainnya.

Kecukupan kebutuhan lainnya seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Hanya mereka yang sanggup merenungkannya yang akan jauh dari kufur nikmat alias tidak bersyukur.

Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad mengartikan syukur dengan ijrâ’ul a‘dlâ’ fî mardlâtillâh ta‘âlâ wa ijrâ’ul amwâl fîhâ.

Syukur artinya menggunakan anggota badan dan harta benda untuk sesuatu yang mendatangkan ridha Allah.Selain ucapan “alhamdulillah”, kita teranggap bersyukur bila tingkah laku kita, termasuk dalam penggunaan kekayaan kita.

Tingkah laku kita tidak untuk jalan maksiat kepada Allah SWT. Kelima, adalah tidak ridha dengan karunia Allah.

Pada level ini, orang bukan hanya tidak mau mengucapkan rasa syukur, tapi juga kerap mengeluh, merasa kurang.Bahkan dalam bentuknya yang ekstrem melakukan protes kepada Allah.

Allah memberikan kadar rezeki pada hamba-Nya sesuai proporsional.Tidak ada hubungan langsung bahwa yang kaya adalah mereka yang paling tersayang Allah. Sementara yang miskin adalah mereka yang sedang terbenci Allah.

Bisa jadi justru apa yang kita sebut “kurang” sebenarnya adalah kondisi yang paling pas.Kondisi paling pas agar kita selamat dari tindakan melampaui batas.

Betapa banyak orang berlimpah harta namun malah lalai.Mereka lalai dengan tanggung jawab kehambaannya: boros, sombong, berfoya-foya, kikir, tenggelam dalam kesibukan duniawi dan lupa akhirat.Allah SWT berfirman:

{وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ} (QS. Asy-Syura: 27).

Artinya, “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi.Akan tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.

Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.

“Keenam, mengubur orang mati namun tidak mengambil pelajaran darinya. Peristiwa kematian adalah nasihat yang lebih gamblang daripada pidato-pidato dalam panggung ceramah.

Ketika ada orang meninggal, kita tersajikan fakta yang jelas bahwa kehidupan dunia ini fana.

Liang kuburan adalah momen perpisahan kita dengan seluruh kekayaan, jabatan, status sosial, dan popularitas yang pernah kita miliki.

Selanjutnya, orang mati akan berhadapan dengan semua pertanggungjawaban atas apa yang terperbuat selama hidup di dunia.

Rasulullah SAW bersabda: {إِنَّ اْلقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَر مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجَ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ} (HR Tirmidzi).

Artinya, “Sungguh liang kubur merupakan awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)-nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah.

Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)-nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.

” Demikianlah khutbah singkat ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua.Mari bersama-sama berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan diri dari segala hal yang dapat merusak hati.

Segala hal yang dapat merusak hati sebagaimana yang telah tersebut sebelumnya. Seraya tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah agar kita terberikan pertolongan.

Kita terberikan kemudahan dalam merawat hati dari sikap-sikap tercela yang kita sebut sebagai penyakit hati

{بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم}

Khutbah kedua kita mulai dengan memuji Allah dan berselawat atas Nabi sebagai tuntunan agama.

Kita perkuat iman dengan memohon keberkahan dari sumber utama Islam yang kita yakini.

{اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.}

Kita berikrar bahwa Allah itu Esa dan Nabi Muhammad merupakan utusan pembawa risalah kebenaran kepada seluruh umat manusia.

Yakinlah bahwa setiap janji Allah pasti terlaksana. Kita harus senantiasa memegang teguh prinsip tauhid dalam kehidupan kita

{أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}

Allah memerintahkan kita untuk melaksanakan shalat dan salam kepada Nabi Muhammad sebagai bentuk penghormatan tertinggi.Penghormatan dari hamba kepada Rasul Allah. Kita tunaikan perintah ini dengan hati yang penuh cinta dan taat

{اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.}

Mari kita lanjutkan dengan doa untuk seluruh umat Muslimin dan Muslimat memohon ampunan Allah atas segala dosa yang pernah terlakukan.

{اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ}

Kita memohon kepada Allah agar menjauhkan kita dari berbagai bencana, kelaparan, wabah, perbuatan keji, dan kemungkaran yang tampak.

Serta memohon perlindungan dari kemungkaran yang tersembunyi dari pandangan kita. Kita berharap Allah melindungi negeri ini secara khusus.

Allah melindungi negeri umat Muslim secara umum dari segala cobaan berat dan permusuhan yang terjadi.

Yakinlah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu

{عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ}

Allah memerintahkan kita untuk berlaku adil, berbuat kebaikan, dan memberi kepada kerabat dekat sebagai perwujudan iman yang nyata.

Semua perintah ini harus kita laksanakan dengan penuh tanggung jawab. Allah melarang kita dari perbuatan keji, kemungkaran, dan kezaliman kepada sesama manusia.

Kita terus mengingat Allah yang Maha Agung agar Allah selalu mengingat kita dalam setiap kesempatan. Sesungguhnya mengingat Allah itu adalah amalan paling utama.

{بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم}

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

{اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ}

{اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ}$$$$\text{عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ}

Pos terkait