Google Doodle Rayakan Kapal Pinisi Jadi Warisan Budaya Dunia

Google doodle merayakan kapal pinisi yang telah menjadi warisan budaya dunia sejak enam tahun lalu atau tepat hari ini Kamis 7 Desember 2023.
Google doodle merayakan kapal pinisi yang telah menjadi warisan budaya dunia sejak enam tahun lalu atau tepat hari ini Kamis 7 Desember 2023.

TABLOIDELEMEN.com – Google doodle merayakan kapal pinisi yang telah menjadi warisan budaya dunia sejak enam tahun lalu atau tepat hari ini Kamis 7 Desember 2023.

“Doodle ini merayakan pinisi – alat layar tradisional Indonesia yang ada pada kapal-kapal yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu,” tulis Google di lamannya, Kamis 7 Desember 2023

Pada 7 Desember 2017, UNESCO meresmikan seni pembuatan pinisi sebagai Karya Agung Warisan Manusia Tak Benda dan menjadi penghargaan pertama di dunia maritim internasional.

Bacaan Lainnya

“Desain pinisi yang megah menampilkan lambung besar yang menggantung di bagian depan kapal” kata Google.

UNESCO menetapkan Kapal Pinisi Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia di Paris, Prancis.

Kapal Pinisi

Seni pembuatan perahu di Indonesia sebetulnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu

Tetapi para pelaut di Sulawesi Selatan membuat perahu pinisi modern pertama kali pada 1906.

Terinspirasi dari gaya tali-temali Eropa, mereka menyadari bahwa dengan menghilangkan tiang buritan tengah, kapal dapat melaju lebih cepat – sebuah keuntungan besar untuk mengangkut kargo dan manusia.

Perahu pinisi sendiri menjadi cukup populer, tetapi komunitas perahu pinisi yang paling terkenal tetap berada di Sulawesi.

Pada tahun 1980-an, orang-orang mulai menambahkan mesin pada perahu pinisi. Setelah bertahun-tahun berbagi desain secara lisan, cetak biru perahu ini secara resmi dikodifikasi pada tahun 90-an.

Warisan pembuatan perahu Sulawesi Selatan masih terus berlanjut.

Saat ini, perahu pinisi menjadi pilihan utama untuk perjalanan memancing dan ekspedisi pariwisata.

Kapal pinisi yang berbahan kayu merupakan kreasi asli Suku Bugis dan Suku Makassar yang bermukim di Sulawesi Selatan.

Masyarakat dua suku ini memang terkenal sebagai pelaut yang tangguh dan cekatan.

Naskah kuno Lontarak I Babad La Lagaligo menyebut, pembuatan kapal ini pertama kali pada abad ke-14 oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu

Pembuatan Kapal ini bertujuan untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Sayangnya, dalam perjalanan pulang, gelombang besar menghantam kapalnya dan terbelah tiga ke perairan Desa Ara, Tanah Lemo, dan Bira.

Masyarakat ketiga desa itu lalu membangun kembali kapal ini dan memberi nama Pinisi.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan