Ia mengatakan, EYD merupakan nama yang telah muncul, lekat di lidah, dan mengendap di telinga masyarakat penutur Bahasa Indonesia sejak lama.
Pada edisi keempat, ejaan ini dikenal dengan nama PUEBI. JIka melihat sejarahnya, sejak pertama kali diresmikan pada 1972, ejaan ini telah menggunakan nama EYD.
Kemudian, pada edisi kedua (1987) dan edisi ketiga (2009), ejaan ini mendapat tambahan frasa ‘pedoman umum’ sehingga terbit dengan nama PUEYD (Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
“Kata PUEBI lama kita pikir, singkatannya ini apa sih. Begitu kita bilang EYD, ejaan yang disempurnakan, itu lebih mudah. Jadi masalah kemudahan pelafalan, masalah kemudahan mengingat dan praktik-praktik baik yang sudah terjadi sebelumnya,” katanya
“Itu yang kita ingin tunjukan, bahwa kami bukan anti perubahan, tapi justru kami memelihara hal-hal yang sudah baik,” kata Aminudin.
EYD edisi kelima ditetapkan bertepatan dengan 50 tahun penetapan EYD, yaitu 16 Agustus 1972.

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update artikel lainnya di Google News