Permintaan lukisan
Permintaan lukisan dari sang kolektor ini membuat Lujeng kewalahan, ia mengajak teman-teman pelukis lain yang ada di Purbalingga untuk mencukupi permintaan lukisan itu.
“Saya beli lukisan dari teman-teman. Saya juga sampaikan ke Kimura, bahwa tidak semua lukisan karyanya, ada lukisan-lukisan dari seniman lainnya. Tidak ada masalah, berapapun lukisan yang saya bawa pasti dibayar,” katanya.
Karena bencana alam gempa bumi terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006, Kimura mengubah tempat pertemuan yang semula di Yogyakarta berubah di Bali.
Namun, keluarga Lujeng tidak merestui untuk berangkat ke Bali. Jadi hubungan terputus hingga sekarang.
Kejadian itu tidak membuat Lujeng patah semangat. Karena dalam benaknya sudah tertanam semangat, kalau mau jadi pelukis jangan takut miskin.
“Saya tidak patah semangat. Saya terus melukis dan melukis. Terlintas dalam pikiran saya, harus ada pengkaderan pelukis. Biar muncul pelukis-pelukis muda,” kata Lujeng yang sudah mempunyai 3 orang cucu.
Untuk mewujudkan keinginannya mempunyai generasi penerus dan pelukis-pelukis muda, Lujeng berupaya berbagi pengalamannya dengan mengajarkan pengetahuan melukis yang ia miliki.
“Sekarang, saya mengajar dan mendidik para siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler seni lukis di berbagai sekolah,” pungkasnya

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News