Komunitas Dharma Bakti Patanjala dan PPA Gasda Purbalingga Pelopori Gerakan Konservasi Berbasis Budaya di Tanalum

Komunitas Dharma Bakti Patanjala bersama PPA Gasda memelopori gerakan konservasi berbasis budaya di Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Minggu 7 Desember 2025.
Komunitas Dharma Bakti Patanjala bersama PPA Gasda memelopori gerakan konservasi berbasis budaya di Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Minggu 7 Desember 2025.

TABLOIDELEMEN.com –  Komunitas Dharma Bakti Patanjala bersama PPA Gasda menggandeng Pemerintah Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, memelopori gerakan konservasi berbasis budaya.

Kolaborasi lintas elemen ini mewujud dalam aksi nyata berupa penanaman pohon pelindung air serta revitalisasi sumber mata air guna menjamin ketersediaan air bersih bagi warga.

Gerakan ini berhasil menyatukan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari warga lokal, Komunitas Lokananta Desa Tanalum, hingga pegiat konservasi Desa Dagan dan Talagening, Kecamatan Bobotsari, turut ambil bagian.

Serta Mahasiswa MPA Perwira Universitas Perwira Purbalingga, anggota Paska SMK Kaligondang, FB Sebantara, serta Karang Taruna Harapan Bangsa pun ikut terjun langsung ke lapangan.

Sebelum menyebar ke lokasi, para relawan mengikuti upacara singkat pada halaman Kantor Desa Tanalum.

Bacaan Lainnya

Fokus kegiatan kemudian menyasar dua titik vital, yakni mata air Kedoya dan mata air Sikopyah.

Strategi Pemulihan Ekosistem

Sebagai upaya konkret menjaga keberlangsungan sumber daya air, peserta menanam total 81 bibit tanaman konservasi pada dua area tersebut.

Mereka menyemai 50 bibit pada kawasan Kedoya dan 31 bibit pada area Sikopyah.

Panitia memilih jenis tanaman yang memiliki kemampuan mengikat air tanah secara kuat, antara lain bambu, senggani, pucung, dan aren.

Tak hanya menanam pohon, relawan juga membangun sebuah embung sederhana pada mata air Sikopyah.

Infrastruktur ini berfungsi untuk menampung debit air sehingga masyarakat dapat memanfaatkan sumber air tersebut secara lebih optimal pada masa mendatang.

Kepala Desa Tanalum, Ujang Jatmiko, mengungkapkan apresiasinya melihat antusiasme warga. Menurutnya, kolaborasi ini terlihat sangat hidup.

Kaum laki-laki bergotong-royong mengangkut batu kali untuk konstruksi embung, sementara kaum perempuan menyiapkan logistik makanan bagi para pekerja.

“Masyarakat menyambut positif gerakan ini. Mereka sadar akan kewajiban menjaga dan memulihkan mata air agar Desa Tanalum bebas dari krisis air pada masa depan,” tutur Ujang, Minggu 7 Desember 2025.

Merespons Krisis Lingkungan

Inisiator gerakan mengambil langkah taktis ini berdasar pada temuan survei lapangan serta keluhan warga.

Data menunjukkan bahwa hampir seluruh mata air pada wilayah Desa Tanalum mengalami penurunan debit secara signifikan.

Bahkan, saat kemarau tiba, banyak mata air mati total. Kalaupun masih ada aliran, volumenya sangat kecil.

Selain masalah air, tim survei juga menemukan fenomena tanah bergerak pada beberapa titik.

Kondisi ini memicu kekhawatiran akan potensi bencana tanah longsor jika tidak ada penanganan segera.

Oleh karena itu, penanaman pohon menjadi solusi ganda. Akar tanaman akan berfungsi memperkuat daya serap air hujan sekaligus mencengkeram struktur tanah agar tetap kokoh dan tidak mudah longsor.

Filosofi Budaya sebagai Solusi

Gerakan ini memilih pendekatan budaya agar aktivitas menjaga alam tumbuh menjadi kesadaran kolektif dan tradisi rutin.

Ketua PPA Gasda sekaligus Koordinator Patanjala, Teguh Pratomo, menegaskan dalam sambutannya bahwa para leluhur telah mewariskan tata cara ketat dalam merawat mata air sebagai sumber kehidupan.

Menurut Teguh, kerusakan alam berdampak langsung pada penurunan mutu hidup manusia.

Oleh sebab itu, manusia wajib merawat mata air demi keberlangsungan hidup mereka sendiri dan makhluk hidup lain.

Senada dengan Teguh, pegiat konservasi dari Komunitas Dharma Bakti Patanjala, Shaumara Galih Umbara, menyatakan bahwa kebudayaan dan konservasi merupakan satu kesatuan.

“Konservasi adalah wajah kebudayaan. Tidak ada satu pun kebudayaan yang mampu bertahan tanpa menerapkan upaya pelestarian alam,” tegas Shaumara.

Dukungan Berkelanjutan

Dr. Indaru Setyo Projo, dosen Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang juga menjabat sebagai Pembina Patanjala, menyampaikan rasa terima kasih kepada para donatur.

“Saya berharap sinergi ini terus berlanjut karena misi konservasi berbasis budaya tidak boleh berhenti hanya pada satu lokasi,” katanya.

Turut hadir memberikan dukungan, Camat Rembang serta perwakilan Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Wilayah VII.

Serta Subeno, mantan Kepala Bakeuda, Dindikbud, dan Dinporapar Kabupaten Purbalingga sekaligus pemilik lahan mata air Sikopyah.

Nantinya, kelompok Lokananta akan menanam bibit sumbangan dari  donatur.

Yakni sebanyak 500 bibit tanaman tambahan yang terdiri dari beringin, matoa, kemiri, dan angin pada sejumlah titik mata air lain yang tersebar pada wilayah Desa Tanalum.

 

 

Pos terkait