Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Purbalingga diharapkan untuk mengeksplorasi sikap bijak dalam berjurnalistik dan bermedia.
Pasalnya, tidak ada jurnalistik yang sukses hanya dengan mengejar viralitas, klik atau mengejar google adsense, tapi menjadi kesuksesan bila mampu memadukan profesionalitas itu ke dalam aras ketercukupan ruang yang diberikan untuk skil dan etika.
“Saya mohon, UU Pers atau UU No 40 tahun 1999 jangan dipahami hanya sebagai payung perlindungan bagi profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas. Karena yang utama UU ini melindungi seluruh masyarakat dari berbagai kemungkinan terjadinya anarkisme jurnalistik atau kerusakan yang diakibatkan pemberitaan-pemberitaan media,” kata Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud NS saat Konferensi Kabupaten PWI Purbalingga, di OR Graha Adiguna. Selasa (7 Desember 2021).
Menurutnya, profesionalisme tidak bisa diukur dari sekadar kemampuan teknis atau skil tapi juga hati nurani.
Sebab, media massa saat ini berkembang dalam duopoli yakni media mainstream dan media sosial. Sekarang ini keduanya bercampur aduk sehingga ruang digital terasa keruh bagai rimba raya yang hampa etika.
“Kita tidak perlu malu mengakui itu, karena ada persoalan akut di dalam penyelenggaraan duopoli media ini,”katanya
Karena lanjut Amir, media mainstream lebih banyak disetir dipengaruhi konten-konten media sosial dan ini secara luar biasa
“Sangat terasa hal-hal yang menjadi kode etik jurnalistik dengan tanpa kendali bisa masuk ke ruang-ruang media-media massa mainstream,” katanya.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News