Pimpinan Peluk&Kiss ini mengatakan, pada pameran ini mengambil ide potrait wajah sebagai pendalaman dirinya selama menjadi pemeran teater.
Dalam sosok Trisnanto Budidoyo saat berteater ia tidak lepas dari ekpresi wajah yang menonjolkan untuk memberitahukan kepada penonton siapa tokoh yang sedang dibawakan.
Sedangkan pada lukisannya ini ekpresi wajah yang bisa jadi membuat perbedaan dengan karakter tokoh aslinya.
“Sehingga perbedaan inilah yang menjadi bahan dalam prosesnya melukis,” katanya.
“Terkadang hasilnyapun terlihat aneh, antara mirip dan tidak mirip dengan wajah aslinya,” imbuhnya.
Pameran Tunggal 15 Lukisan
Dari sinilah pengunjung mendapat kebebasan penuh untuk mengenali wajah masing-masing lukisan berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
Warna hitam putih bukan sebatas alasan pribadi bahwa sosok Trisnanto buta warna. Melainkan sebagai penggambaran kehidupan yang tidak lepas dari baik dan buruk, benar dan salah.
“Bagi Trisnanto sendiri dalam berkarya, menggambarkan apapun yang penting jangan takut salah,” katanya.
Penikmat lukisan lainnya, Ahadi Wedya Murti mengatakan, kebutuhan publikasi sangat penting sekali agar masyarakat bisa mengenal secara jauh tentang karya seni lukisan.
“Kegiatan yang positif. Hal ini bisa juga menjadi salah satu pendongkrak, agar banyak seniman lain yang menunjukkan karya. Sekaligus menjualnya,” katanya.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update artikel lainnya di Google News