Konvensi WBTb UNESCO
Selain itu, dia juga menerangkan, konvensi WBTb UNESCO bertujuan untuk melestarikan WBTb sesuai dengan kesepakatan internasional.
“Sampai saat ini tidak ada informasi resmi yang kami terima bahwa ada negara lain yang turut mengajukan Reog. Selain itu, publik perlu memahami bahwa konvensi WBTb UNESCO bertujuan untuk melestarikan WBTb sesuai dengan kesepakatan internasional. Bukan untuk klaim kepemilikan budaya oleh negara yang mengajukan,” kata dia.
Hilmar mengatakan, akibat keterbatasan sumber daya di UNESCO, tidak ada jaminan bagi setiap negara bahwa elemen budaya yang dengan nominasi akan berhasil menyandang status WBTb UNESCO.
Dia menjelaskan, rata-rata suatu negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb UNESCO.
“Sejak tahun 2016, Komite WBTb UNESCO mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat sebagai WBTb UNESCO, yaitu 50 elemen budaya saja per tahun dari 193 Negara Anggota UNESCO,” jelas dia.
Sampai saat ini terdapat 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status WBTb Dunia dari UNESCO.
WBTb itu terdiri dari Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Pendidikan dan pelatihan batik (2009); Angklung (2010); Saman (2011); Noken (2012); Tiga genre tari Bali (2015), Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017); Tradisi Pencak Silat (2019); Pantun (2019); dan Gamelan (2021).

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News