TABLOIDELEMEN.com – Menggambar memang memerlukan ketekunan dan kesabaran.
Menggambar bisa melalui banyak cara. Bisa dengan gambar tidak jelas, coretan sembarangan, atau cipratan cat abstrak tak bermakna bagi orang lain.
Demikian juga cara mengekspresikan gambar pun bervariasi.
Ada yang menggambar dengan pensil grafit, krayon, dan pensil arang.
Bagi Dimas Yusuf Abimanyu yang saat ini duduk di bangku kelas 10 H SMA Negeri 1 Padamara lebih suka menggambar manga, karena cukup mudah.
Yah, Manga merupakan menggambar bebas dengan beragam genre, tetapi cenderung lebih beragam dalam cerita.
Saat menggambar manga harus membuat dan menonjolkan kerakter tokoh dalam gambarnya sesuai dengan jenis dan gaya yang berbeda-beda
Biasanya, laki-laki kelahiran 21 Januari 2009 ini membuat tokoh manga yang menghibur dan ringan.
Misalnya, ada gaya rambut dan mata yang sangat khas. Gambar-gambarnya sesuai dengan gaya anak milenial.
Gaya rambut cenderung memiliki tonjolan dan bentuk yang tidak terlalu teratur tetapimemiliki karakter kuat.
Mata cenderung memiliki ukuran besar dan bentuk bulat, dengan sedikit atau tidak ada bayangan pada irisan.
“Saya masih menggunakan alat gambar dengan pensil,” kata Abimanyu yang berdomisili di Perum Abdi Negara, Jalan Abimanyu 5, RT 11 RW 04 Desa Bojanegara Kecamatan Padamara.
Anak pasangan suami istri, Bagyo Suprapto dan Febria Rose Dewi menggunakan pensil sebagai alat gambar sejak masih sekolah di SD Negeri 1 Pekiringan Karangmoncol.
Awalnya, Abimanyu menggambar kapal laut secara detail seperti yang ia lihat dalam foto dan hasilnya bagus sama persis.
Saat itu ia tidak menyadari bakatnya dan belum kepikiran untuk menekuni dunia menggambar.
Hingga menginjak kelas 9 SMP, ia mulai berpikir untuk terus mengasah bakatnya.
“Ya masih banyak belajar. Ingin terus belajar. Ini saja menggambar masih sekedar hobi. Nggak tahu kalau besok. Yang jelas sekarang tugas utama sekolah dulu,” katanya.
Menggambar Manga Secara Otodidak
Ia bercerita untuk menemukan karakter tokoh manga, selain melihat referensi dari komik-komik jepang, ia harus mencari inspirasi dengan sedikit berkhayal.
Biasanya suasana yang sepi menjadi pendukung munculnya inspirasi karakter tokoh.
“Ketika muncul inspirasi harus segera menggoreskan pensil. Terkadang saat menggambar harus menyendiri,” katanya.
Seringkali ia mencari referensi tema gambar komik yang gaul dan kekinian dengan sapuan goresan yang kuat.
Penggunaan warna hitam putih tetap menjadi pilihannya, menonjolkan karakter yang ringan tetapi berwibawa.
“Masih menggambar tokoh tunggal saja sih. Belum ke rangkaian cerita seperti komik. Tapi gambar tokoh itu original hasil inspirasinya,” kata Abimanyu yang ingin meneruskan kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV).
Abimanyu mengaku, kini ia mulai belajar menggambar menggunakan aplikasi gambar yang ia temui di google playstore dengan menggunakan gawainya.
“Ada aplikasi menggambar di google playstore. Sudah lengkap, ada kuas dan pilihan warnanya. Mudah juga menggunakannya,” katanya.
Bagyo Suprapto, sang ayah mengaku mendukung sepenuhnya hobi menggambar sang anak.
Ia tidak melarang anaknya menyalurkan hobi selama tidak mengesampingkan pendidikan di sekolah.
“Bebas saja. Tergantung anaknya suka apa. Kita sebagai orangtua hanya mendukung. Namun jangan sampai melupakan tugas utama belajar,” kata Prapto.
Dulu karena penasaran dengan bakat gambar anaknya, Prapto sempat menanyakan ke teman-temannya yang berkecimpung dalam dunia anime di Jakarta.
“Saya sebenarnya ragu anaknya bisa menggambar. Tapi kata teman teman, saat saya tunjukkan gambaran Abimanyu, mereka bilang anak tersebut punya bakat gambar,” katanya.
“Tidak mudah seorang anak menggambar seperti Abimanyu. Dukung dan belikan perangkat komputer, biar lebih menguasai teknologi animasi,” imbuhnya.
Sepaham dengan suaminya, Febria Rose Dewi mengaku selalu mendukung sepenuhnya hobi Abimanyu.
Mulanya ia juga merasa kaget saat mengetahui bakat anaknya.
“Abimanyu tidak les gambar dan bakatnya otodidak. Tetapi hasil gambarnya sangat bagus dan rapih,” ungkapnya.
Ia menyakini, Abimanyu biasanya menyesuaikan dengan dunianya sendiri dan tema kekinian yang penuh perdamaian.
“Kalau saya, lebih banyak mendengar dan mengarahkan agar Abimanyu tidak salah jalan. Biarlah berkembang sesuai potensi dan kemauannya,” katanya

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News
Mantaap bang yudi..