TABLOIDELEMEN.com – Bung Karno atau Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia Pertama ternyata pernah menjadi seorang Wartawan.
Bung Karno mengawali karir wartawan dengan nama Bima, tokoh pewayangan yang ia gandrungi.
Selain itu, Bung Karno juga menggunakan nama pena Soemini dalam tulisan-tulisannya di suratkabar.
BACA JUGA: Wartawan dan Jurnalis Apa Bedanya? Simak Perbedaan Berikut Ini
Beberapa kali Bung Karno berurusan dengan pemerintahan kolonial Belanda, semua bersangkutan dengan status kewartawanannya
Roso Daras pernah menulis dalam “Menusuk Penjajah Dengan Pena”, Bung Karno senantiasa memakai nama Bima ketika menulis di Oetoesan Hindia, koran milik Tjokroaminoto, bapak kosnya di Surabaya
Dari Surabaya, Soekarno melanjutkan sekolah arsitek di Bandung. Technische Hoogeschool kini Institut Teknologi Bandung (ITB).
BACA JUGA: Begini Profesi Jurnalistik yang Harus Anda Tahu
Di Kota Kembang, dia indekos di rumah Inggit Garnasih, sekitaran wilayah Pagarsih, dekat lokalisasi terkenal; Saritem.
Bersama kawan-kawannya, lelaki kelahiran 6 Juni 1901 tersebut mendirikan kelompok studi Algemene Studie Club. Dan menerbitkan majalah Soeloeh Moeda Indonesia, pada 1926.
Majalah bulanan ini, tulis Roso Daras, dipimpin dan diterbitkan Bung Karno dengan segala biaya yang ia kumpulkan dari honorariumnya sebagai seorang arsitek.
BACA JUGA: Punya Impian Jadi Jurnalis?, Pelajari Caranya Kalau Ingin Tercapai
Bagi Soekarno, “masa aksi zonder kursus-kursus, brosur-brosur, dan suratkabar, adalah massa aksi yang tidak hidup dan tidak bernyawa.”
Masa-masa ini, Bung Karno banyak melahirkan tulisan-tulisan fenomenal. Antara lain Swadeshi dan Massa Actie di Indonesia. Dan yang paling terkenal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.
15 Juli 1928, sekian bulan sebelum Peristiwa Sumpah Pemuda, edisi perdana koran Persatoen Indonesia terbit. Siapa lagi otaknya kalau bukan Soekarno.
Persatoean Indonesia terbit dua kali sebulan. Kedua koran itu, Soeloeh Indonesia Moeda dan Persatoen Indonesia berhenti terbit karena Soekarno dijebloskan ke penjara pada 1929.
Bukannya kapok, bebas dari penjara, Bung Karno menulis Sendi dan Azas Pergerakan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dimuat Persatoean Indonesia, nomor 177. Apa lacur, majalah itu langsung dibreidel.
Soeloeh Moeda Indonesia pun diterbitkan lagi pada bulan Mei 1932. Tahun itu juga Bung Karno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) yang didirikan eks aktivis PNI, 1931.
Partindo lalu menerbitkan koran mingguan Fikiran Ra’jat. Slogannya; Kaoem Marhaen! Inilah Madjalah Kamoe!
Alamat redaksinya di Astana-Anjarweg Nomor 174, Bandung. Nama Soekarno bertengger di puncak sebagai pemimpin redaksi.
Nomor contoh Fikiran Ra’jat terbit pada 15 Juni 1932, sedangkan edisi pertamanya 1 Juli 1932.
Bung Karno menyebut, “Fikiran Ra’jat madjalah politik popoeler.”
Suratkabar ini tutup usia pada 1933, seiring penangkapan Bung Karno oleh Belanda ke Ende, Nusa Tenggara. Begitu pula Soeloeh Indonesia Moeda. (dari berbagai sumber)

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News