Keroncong Abadi Di Tepinya Sungai Serayu, Warisan R. Soetedja Poerwodibroto Maestro Musik Asal Banyumas

Lagu Di Tepinya Sungai Serayu ini bukan sekadar melodi, melainkan sebuah warisan abadi dari seorang maestro musik Indonesia asal Banyumas, R. Soetedja Poerwodibroto.
Lagu Di Tepinya Sungai Serayu ini bukan sekadar melodi, melainkan sebuah warisan abadi dari seorang maestro musik Indonesia asal Banyumas, R. Soetedja Poerwodibroto.

TABLOIDELEMEN.com – Apabila Anda menjejakkan kaki di Stasiun Kereta Api Purwokerto, alunan melodi manis yang membawa nostalgia dan kedamaian akan menyambut Anda dengan hangat.

Lagu Di Tepinya Sungai Serayu ini bukan sekadar melodi, melainkan sebuah warisan abadi dari seorang maestro musik Indonesia asal Banyumas, R. Soetedja Poerwodibroto.

Soetedja bukan hanya seorang komponis, ia adalah seorang pelukis suasana, seorang pendiri yang membangun fondasi musik siaran di masa awal kemerdekaan Indonesia.

Lahir pada 15 Oktober 1909 di Banyumas, R. Soetedja tumbuh sebagai pemuda yang jatuh cinta pada nada.

Bakat musiknya membawa ia melanglang buana, bahkan sempat mengepalai Orkes Studio Djakarta (RRI Jakarta).

Bacaan Lainnya

Ketika Republik Indonesia baru berdiri, Soetedja turun tangan langsung membentuk Korps Musik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Ia aktif melatih para musisi dan menata studio RRI di berbagai kota, termasuk mendirikan RRI cabang Purwokerto.

Kecintaannya pada musik dan Tanah Air menjadikan namanya tercatat emas dalam sejarah penyiaran nasional.

Kisah di Balik Serayu

Mahakarya Soetedja, Di Tepinya Sungai Serayu, adalah hasil dari sebuah perjalanan yang menghanyutkan.

Konon, setelah menyelesaikan pendidikannya, ayah angkatnya, Soemandar, mengajaknya menikmati keindahan alam Banyumas.

Mereka naik perahu menyusuri Kali Serayu yang legendaris itu.

Soetedja merasakan kedamaian air mengalir, pepohonan rindang, dan kehidupan masyarakat di sekitar sungai. Pengalaman itu begitu membekas.

Sekembalinya dari perjalanan itu, Soetedja segera menuangkan perasaannya menjadi lirik dan notasi keroncong yang kini kita kenal.

Pada tahun 1948, R. Soetedja menyelesaikan dan mempopulerkan lagu “Di Tepinya Sungai Serayu.”

Lagu itu segera menjadi hits abadi, sebuah pujian tulus atas keindahan Serayu yang membelah wilayahnya.

Pengabdian dan Warisan

Sayangnya, Indonesia kehilangan sang maestro terlalu cepat, R. Soetedja Poerwodibroto meninggal dunia pada 12 April 1960 di Jakarta, dalam usia 50 tahun. Namun, warisan karyanya terus hidup.

Untuk mengenang jasa besar dan kontribusinya pada seni dan budaya, pemerintah daerah mengabadikan namanya pada pusat kesenian utama di Purwokerto.

Sejak Desember 2017 hingga saat ini, nama Gedung Kesenian Soetedja atau Taman Budaya Soetedja menjadi rumah bagi para seniman lokal, tempat mereka berkarya dan melanjutkan estafet budaya yang ia tanamkan.

Setiap kali alunan lembut “Di Tepinya Sungai Serayu” terdengar, kita mengingat sosok R. Soetedja, seniman sejati dari Purwokerto yang abadi melalui nadanya.

 

 

Pos terkait