TABLOIDELEMEN.com – Budaya literasi Indonesia yang masih rendah merupakan salah satu fakta pahit yang harus kita akui dan sangat membutuhkan perhatian.
Padahal, Gerakan Literasi Nasional (GLN) telah kita canangkan selama enam tahun sejak 2016. Faktanya, hasil dari berbagai penelitian yang dilakukan selama periode tersebut tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Sebelum GLN dilaksanakan, Indonesia telah menjadi anggota PISA (Programme for International Student Assessment).
Pada tahun 2012, negara kita berada di urutan ke-60 dari 64 negara dalam PISA, dan pada tahun 2016, menurut World’s Most Literate Nations (WMLN), kita berada di urutan ke-60 dari 61 negara.
Nilai literasi terkesan menurun setelah GLN digalakkan. Hal ini terbukti dari skor literasi Indonesia pada tahun 2015 yang mencapai 397, namun kemudian turun menjadi 371 pada tahun 2018.
Perolehan Indonesia pada literasi PISA pada tahun 2018 jauh di bawah rata-rata global, yaitu 487 (Badan Bahasa Kemdikbud, 2022).
Padahal, budaya literasi bermanfaat dalam mewujudkan keunggulan SDM dalam aspek pembangunan negara. SDM yang memiliki kepribadian unggul dan mampu memahami pengetahuan serta teknologi untuk bersaing secara lokal dan global (Wiedarti, 2016).
Menurut Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, dapat dipahami bahwa pendidikan harus direncanakan secara sistematis agar suasana belajar dan proses pembelajaran berjalan secara optimal.
Peserta didik akan aktif mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan minatnya dengan membuat suasana dan proses pembelajaran yang ideal.

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News