Nyadran Akulturasi Budaya Jawa dan Agama Islam

Nyadran Akulturasi Budaya Jawa dan Agama Islam
Nyadran Akulturasi Budaya Jawa dan Agama Islam

TABLOIDELEMEN.com – Satu minggu sebelum melaksanakan puasa, masyarakat Jawa selalu melaksanakan tradisi Nyadran.

Nyadran atau Sadranan merupakan istilah ziarah kubur menjelang bulan Ramadan dan berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya jawa dengan agama Islam.

Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Nyadran sendiri berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan.

Bacaan Lainnya
Montage dibuat

Seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya.

Ada yang menyebut Nyadran dengan nama Ruwahan, karena prosesi I io terselenggara pada bulan Ruwah.

Pengertian tradisi Nyadran sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, mengingatkan pribadi, bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.

Maka dari itu banyak keluarga yang pulang kampung sejenak seminggu sebelum puasa untuk menziarahi makam leluhurnya.

Lalu, apa hukum tradisi nyadran bagi Islam, apakah boleh atau tidak, dan apakah ada dalilnya?

Mengutip laman lampung.nu.or.id, jawabannya sangat mudah dan ringkas. Karena nyadran merupakan tradisi ziarah, maka hukumnya sunnah

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW serta contoh dari para sahabat, tabiin, para ulama dan para kiai.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah bersabda dalam salah satu haditsnya:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian (HR Muslim).

Akulturasi Budaya Jawa dan Agama Islam

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah tidak hanya memerintahkan ziarah kubur, tapi nabi juga menjelaskan manfaat-manfaat dalam melaksanakan ziarah kubur.

Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً

Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah) (HR Hakim).

Anjuran melaksanakan ziarah kubur ini bersifat umum, baik menziarahi kuburan orang-orang saleh ataupun menziarahi kuburan orang Islam secara umum.

Imam al-Ghazali juga menegaskan hal ini sebagaimana keterangan berikut:

زيارة القبور مستحبة على الجملة للتذكر والاعتبار وزيارة قبور الصالحين مستحبة لأجل التبرك مع الاعتبار

Artinya: Ziarah kubur sunah secara umum dengan tujuan untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran, dan menziarahi kuburan orang-orang shalih sunah dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barakah) serta pelajaran (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, juz 4, halaman: 521).

Bahkan legalitas melaksanakan ziarah kubur ini telah tersepakati oleh seluruh mazhab umat Islam.

Hal ini seperti dalam kitab Hujjah Ahlissunnah Wal Jama’ah sebagaimana berikut:

زيارة القبور تجيزها مذاهب المسلمين كلها

Artinya: Ziarah kubur boleh untuk seluruh mazhab umat Islam. (KH Ali Maksum Krapyak, Hujjah Ahlissunnah Wal Jama’ah, halaman: 53).

Sedangkan manfaat berdoa dari ziarah kubur ke makam leluhur yakni tersampaikannya doa tersebut kepada mayit.

Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam hadits riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga (perkara) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.

Maka dari itu, karena nyadran di bulan Sya’ban (ruwah/ruwahan) merupakan pengejawantahan dari ziarah kubur sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.

Maka secara hukum nyadran merupakan perbuatan Sunnah yang memiliki dalil yang kuat.

Perbedaan istilah dan tata caranya merupakan keniscayaan, karena perbedaan bahasa dan budaya suatu daerah.

Akan tetapi secara substansi dan esensinya tidak bertentangan dengan syariat Islam.

 

 

 

Pos terkait

Montage dibuat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *