Mengajarkan Aksara Jawa di Era Digital, Lebih dari Sekadar Membaca dan Menulis

Dari Sanggar Seni Dresanala yang berlokasi di Desa Penaruban RT 02 RW 01 dan berbatasan dengan Desa Sempor, Kecamatan Kaligondang Surotomo memberikan pembelajaran Aksara Jawa.
Dari Sanggar Seni Dresanala yang berlokasi di Desa Penaruban RT 02 RW 01 dan berbatasan dengan Desa Sempor, Kecamatan Kaligondang Surotomo memberikan pembelajaran Aksara Jawa.

TABLOIDELEMEN.com – Menghadapi kekhawatiran akan lunturnya budaya lokal, sebuah inisiatif unik muncul untuk mengajarkan kembali Aksara Jawa kepada generasi muda.

Surotomo, pemilik Sanggar Seni Dresanala, melakukan inisiatif ini. Dari Sanggar yang berlokasi di Desa Penaruban RT 02 RW 01 dan berbatasan dengan Desa Sempor, Kecamatan Kaligondang ia memberikan pembelajaran Aksara Jawa.

“Saya menerapkan menulis dan membaca Aksara Jawa. Kami punya semacam kurikulum,” kata Tomo, panggilan akrab Surotomo, pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Ia menjalankan proses pembelajaran aksara secara bertahap dan sistematis.

Mulai dengan pengenalan aksara per aksara, merangkai dari satu aksara, dua aksara, tiga aksara, menjadi satu kata hingga menjadi kata dengan tiga aksara.

Bacaan Lainnya
Oxygen

Tahapan berikutnya meliputi pengenalan sandangan, pasangan, huruf vokal, dan terakhir aksara murda.

“Kami kenalkan aksara dulu, seperti Ha Na Ca Ra Ka. Ada anak yang datang dari nol dan sama sekali belum mengenal Aksara Jawa. Ada juga sebagian anak sudah mengenalnya di sekolah, walaupun baru satu atau dua aksara,” ungkapnya.

Metode pengajaran menulis pun ia lakukan secara bertahap. Anak-anak mulai dari mencontoh, menulis di kertas, hingga Tomo koreksi untuk melihat seberapa jauh kemampuan penguasaan anak.

“Harapannya, mereka mahir membaca dan mahir menulis Aksara Jawa dengan benar,” katanya.

Lebih dari Sekadar Membaca dan Menulis

Tomo juga menyadari bahwa generasi muda sekarang menikmati zaman digital. Maka, ia berinovasi dalam metode penyampaian, yakni menggunakan piranti komputer jinjing.

“Kami buat tampilan-tampilan Aksara Jawa yang menarik melalui layar proyektor,” jelasnya.

Mengenai target waktu untuk mahir membaca dan menulis, Tomo mengakui hal itu sangat bergantung pada daya tangkap anak.

“Ada anak yang cepat menangkap, namun rata-rata, anak butuh pembiasaan sehari-hari dan berkelanjutan untuk sampai benar-benar mahir. Anak bisa mahir dalam enam bulan,” katanya.

Tomo menegaskan, pembelajaran Aksara Jawa ini hanyalah pintu masuk.

Tujuan utamanya adalah membekali anak-anak dengan fondasi adab dan etika Jawa yang kian tergerus zaman.

Menurutnya, tantangan terbesarnya bukanlah kesulitan pemahaman materi.

Namun, yang paling memengaruhi keberhasilan belajar adalah suasana hati anak yang gembira.

“Yang jelas suasana hati yang gembira anak itu, yang kadang ada, kadang lagi jenuh atau apa. Itu tantangan utamanya,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Tomo mendorong orang tua untuk melanjutkan pembiasaan belajar di rumah.

“Para orang tua ini punya niat yang sangat luar biasa. Salah satu alasannya ingin anaknya tahu etika sopan santun. Jadi memang, dengan mengenal Aksara Jawa, harapannya nanti sopan santunnya juga tergarap,” katanya.

Aida Inara Maharani dan Dewi Rimatu ZZahro, siswa kelas 3 SD Negeri 1 Purbalingga Lor yang sudah sebulan mengikuti pembelajaran ini, mengaku sudah bisa merangkai aksara Jawa.

“Kami berdua sudah tahu Aksara Jawa. Kami bisa merangkai aksara dan membacanya,” kata Inara dan Dewi.

Upaya Tomo dalam melestarikan Aksara Jawa ini membuktikan bahwa warisan budaya dapat tetap hidup dan berkembang di era modern.

Bahkan menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai luhur budaya Jawa.

Pos terkait