Mengumpat bisa berbentuk kata-kata yang kasar atau bisa juga dengan menyebut nama hewan tertentu dan sebagainya yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan misuh-misuh.
Hal ini tidak baik untuk kesehatan mental seorang muslim. Kita tidak mengetahui secara hakikat, orang yang kita umpat itu di mata Allah dia pasti lebih buruk dari kita, ataukah justru dia itu lebih baik di mata Allah dibanding kita yang mengumpat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ ”
Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. ” وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ
“Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.” بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ
“Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman” وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ “dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Ma’âsyiral hâdirin, hafidzakumullah
Suatu ketika, dalam sebuah hadits riwayat Jabir yang panjang, Nabi Muhammad ditanya oleh seorang laki-laki: قُلْتُ: اعْهَدْ إِلَيَّ، قَالَ: «لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا» قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا، وَلَا عَبْدًا، وَلَا بَعِيرًا، وَلَا شَاةً، قَالَ: «وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ،
Artinya: “Nabi, berikan pesan wasiat kepadaku!. Nabi menjawab ‘Sungguh, jangan sekali-kali kamu mengumpat siapa pun!’
Lalu Jabir mengatakan ‘setelah mendapat wasiat itu, aku tak pernah mengumpat, mencela siapa pun baik itu orang merdeka, hamba sahaya, onta, maupun sapi’,
Kemudian Nabi berpesan lagi ‘Jangan remehkan kebaikan sedikit pun. Bicaralah kepada saudaramu dengan wajah penuh senyum dan berseri, sebab itu bagian dari kebaikan,” (HR Abu Dawud)
Di antara hal yang dapat kita ambil pelajaran dari hadits ini adalah level larangan Nabi ini adalah larangan keras.
Diksi larangan mengumpat yang beliau pakai ditambahi dengan nun taukid (لا تسبن) yang artinya ‘sungguh, jangan sekali-kali kamu mengumpat’.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News