TABLOIDELEMEN.com – Ketua LP Ma’arif NU PCNU Purbalingga, H.Torik Jahidin menyatakan bahwa pondok pesantren bukan hanya lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga lembaga pembentuk karakter dan peradaban bangsa.
“Sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini, pesantren telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang terkenal karena integritas, keilmuan, dan akhlaknya,” katanya, Senin 20 Oktober 2025.
Pembina PC IPNU Purbalingga ini juga menyayangkan tayangan stasiun televisi nasional, Trans7 beberapa waktu terakhiryang menampilkan narasi negatif tentang kehidupan di pondok pesantren.
“Tayangan semacam ini jelas kami sayangkan. Karena mengabaikan realitas sosial, kultural, dan spiritual yang telah menjadi kekuatan pesantren selama berabad-abad,” kata Toriq.
Ia menegaskan, berbeda dengan lembaga pendidikan formal yang lebih berorientasi pada aspek kognitif, sistem pendidikan pesantren menekankan keseimbangan antara ilmu, adab, dan amal.
“Santri tidak hanya hanya membaca kitab, tetapi juga mendapatkan pengetahuan bagaimana menghormati guru, menjaga kebersihan, hidup sederhana, serta menolong sesame,” tegasnya.
Saat dalam pesantren lanjutnya, pendidikan karakter tidak lahir dari teori, tetapi dari pembiasaan.
Ada nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, dan tawadhu bukan hanya di kelas.
Tetapi langsung praktik setiap hari melalui kehidupan bersama. Santri bangun dini hari, shalat berjamaah, belajar, mengaji, dan melaksanakan tugas-tugas harian dengan penuh tanggung jawab.
“Inilah yang membuat pesantren menjadi “sekolah kehidupan”. Tempat pembagunan karakter. bukan hanya lewat ceramah, melainkan melalui keteladanan dan pembiasaan nyata,” katanya.
Kemudian lanjut Toriq, Kiai di pesantren bukan sekadar pengajar, tetapi juga panutan moral dan spiritual.
Relasi antara kiai dan santri terbangun atas dasar cinta, hormat, dan keberkahan ilmu.
Kiai tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kesabaran, keikhlasan, serta tanggung jawab sosial.
“Dalam tradisi pesantren, ukuran keberhasilan seorang santri bukan hanya dari kecerdasannya, tetapi dari akhlaknya kepada guru dan sesame,” tuturnya.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update artikel lainnya di Google News