Penghambat Kuota 30 Persen Perempuan
Wakil Dekan FISIP Universitas Jenderal Soerdirman (Unsoed) Purwokerto, Tri Wuryaningsih memaparkan beberapa alasan yang menjadi penghambat perempuan terjun ke politik.
Di antaranya adalah cost politik yang tinggi kemudian harus mempunyai jaringan yang luas dan yang menurutnya juga sangat dominan adalah faktor beban domestik yang banyak membatasi ruang gerak perempuan.
“Meskipun memutuskan terjun ke politik, tetapi perempuan tidak bisa lepas dari beban domestik setiap harinya. Disadari atau tidak, hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat perjuangannya,” tuturnya.
Jika untuk terjun ke politik praktis terlalu berat prasyaratnya, maka perempuan sebenarnya bisa mengambil peran lain dalam politik.
Misalnya dengan memantau dan memilih calon wakil rakyat ataupun calon pemimpin, menghadiri kampanye calon supaya mengetahui visi-misi yang bersangkutan dan lain-lain, yang intinya adalah menggunakan hak pilih secara cerdas dan tidak terkecoh dengan money politic.
“Sebagai contoh, saya merupakan ASN sehingga tidak mungkin untuk terjun ke politik. Namun tidak kemudian saya tak acuh dengan kondisi, saya tetap berusaha mengambil peran dengan masuk ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dari sini kita bisa memantau kebijakan-kebijakan desa dan mengintervensinya agar mengakomodir kepentingan perempuan,” terangnya.

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News