Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi(Kemendikbud Ristek) terus menyusun strategi untuk mengatasi kehilangan pembelajaran (learning loss) yang dialami siswa selama pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.
Kepala BSKAP Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo mengatakan, hasil evaluasi menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang menggunakan Kurikulum Darurat lebih maju empat sampai lima bulan belajar daripada yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh.
“Hal ini menguatkan Kemndikbud Ristek dalam merancang Kurikulum Prototipe agar pembelajaran lebih efektif,” katanya seperti dilansir dari laman Kemendikbud Ristek.
Ia mengatakan, Kemendikbud Ristek berencana akan memberikan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran, salah satunya melalui Kurikulum Prototipe yang merupakan lanjutan dari Kurikulum Masa Khusus Pandemi Covid-19 atau Kurikulum Darurat.
Namun, Anindito tetap mempersilakan sekolah untuk menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan sekolah selama tetap mengacu pada standar nasional pendidikan.
Fasilitasi kepala sekolah dan guru untuk pelajari kurikulum baru Sekolah, lanjut Anindito, akan diberikan waktu yang cukup untuk mempelajari konsep Kurikulum Prototipe sebelum menyatakan minat untuk menerapkan.
Kemendikbud Ristek juga akan memfasilitasi kepala sekolah dan guru mengikuti pelatihan agar bisa menerapkan Kurikulum Prototipe sesuai kemampuan dan konteksnya.
Dalam pemaparannya, ia juga menjelaskan bahwa Kurikulum Prototipe bertujuan untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan karakter dan kompetensi dasar siswa, seperti literasi dan numerasi.
Ada tiga karakteristik utama Kurikulum Prototipe yang dinilainya dapat mendukung pemulihan pembelajaran.
Pertama, pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills) dan karakter mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis proyek.
Kedua, Kurikulum Prototipe berfokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
“Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal,” jelas Anindito.
Perancangan kurikulum sekolah pun dapat diatur dengan lebih fleksibel. Dalam Kurikulum Prototipe, lanjut Anindito, tujuan belajar ditetapkan per fase, yakni dua hingga tiga tahun, untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah.
Selain itu, jam pelajaran ditetapkan per tahun agar sekolah dapat berinovasi dalam menyusun kurikulum dan pembelajarannya.

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News