TABLOIDELEMEN.com – Sejak pelaksanaan Festival Gunung Slamet (FGS) pertama kali pada 4 Juni 2025 hingga 6 Juni 2015, terdapat prosesi ritual tradisi turun temurun di masyarakat Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga yang menjadi acara tetap dan wajib ada dalam setiap kegiatan FGS.
Acara tetap itu sudah ada dan menjadi tradisi masyarakat Desa Serang sejak dulu, yakni tradisi turun temurun bersih bumi atau ruwat bumi saat peringatan 1 Suro atau 1 Muharam.
Berikut prosesi yang pasti ada dalam penyelenggaraan FGS yang diadopsi dari kegiatan tahunan suran masyarakat Desa Serang.
1.Pengambilan Air dari Tuk Sikopyah
Pengemasan prosesi pengambilan air dari Tuk Sikopyah secara apik tanpa mengurangi nilai keskaralan dan mengenang kehidupan nenek moyang zaman dahulu.
Hingga saat ini, sebelum mengambil air, masyarakat desa menggelar ritual ini dengan melakukan manakiban, mujahadah, dan doa bersama di masjid.

Ritual semacam ini sudah ada sejak tahun 1984. Saat itu belum meriah seperti sekarang.
Hanya doa sederhana di dalam masjid sebelum pengambilan mata air Sikopyah.
Lantuan doa-doa dipanjatkan untuk Sang Maha Pencipta sebagai bentuk rasa syukur warga atas limpahan rezeki berupa air yang terus mengalir.
Selanjutnya, rombongan petani laki-laki dengan pakaian adat Banyumasan serba hitam dengan ikat kepala.
Sedangkan petani perempuan baju lurik berkain warna hijau bersama sesepuh desa menyusuri jalan setapak.
Mereka bersama sesepuh desa melintasi perkebunan dan hutan, menuju mata air berjarak sekitar 2 kilometer dari masjid di Dusun Kaliurip.
Gema salawat dan tetabuhan rebana serta seni Gumbeng terus terdengar mengiringi hingga ke Tuk Sikopyah.
Sesepuh desa mengawali prosesi pengambilan air dengan doa, kemudian menuangkan air kedalam lodong bambu berukuran panjang 2 meter.
Setelah itu, rombongan kembali berjalan dengan tetap melantunkan salawat Nabi berlanggam Jawa menuju halaman masjid Dusun Kaliurip sebelum Balai Desa Serang untuk menyemayamkan lodong-lodong berisi air itu.
Juru kunci Tuk Sikopyah, Samsuri (62) mengatakan, harmoni ritual pengambilan air ini selalu terselenggara tiap bulan Muharam atau Sura sebagai warisan dari generasi ke generasi.
“Kami mensyukuri sumber air ini sebagai air penghidupan warga Purbalingga bagian utara, seperti Desa Serang, Kutabawa, dan Siwarak,” katanya, Sabtu 5 Juli 2025.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update artikel lainnya di Google News