Implementasi Kurikulum Merdeka Tidak Dipaksakan Secara Langsung, Simak Penjelasannya

pembinaan smp n 1 kemangkon 1032x640 1
pembinaan smp n 1 kemangkon 1032x640 1

Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, menegaskan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka merupakan sebuah opsi.

“Kurikulum Merdeka implementasinya tidak dipaksakan secara langsung,” katanya dalam program Sapa GTK Episode 2, pada pekan lalu.

Ia menjelaskan, hal ini merupakan bagian dari strategi implementasi kurikulum yang dilandasi dari kesadaran bahwa proses untuk mengubah proses pembelajaran di sekolah melalui adopsi kurikulum juga adalah proses belajar

Bacaan Lainnya

“Implementasi Kurikulum Merdeka merupakan salah satu program strategi transformasi pendidikan yang bertujuan untuk mengatasi krisis pembelajaran di Indonesia,” katanya

Anindito menganalogikan, perubahan dalam proses pembelajaran ibarat anak yang belajar berenang. Ada tahapan yang perlu dilalui.

“Belajar berenang tidak mungkin diceburkan ke laut bebas. Sama juga dengan guru, kepala sekolah, pengawas, bahwa proses untuk mentransformasi pembelajaran ada tahapannya,” lanjut dia.

Menurut Anindito, implementasi Kurikulum Merdeka akan lebih efektif, bila setiap sekolah mau melakukannya dikarenakan motivasi intrinsik.

Kemudian, menerapkan kurikulum ini berdasarkan tingkat kompleksitas yang sesuai dengan kondisi sekolah.

“Karena itulah Kemendikbudristek membuat strategi implementasi kurikulum yang opsional dan ada jenjangnya. Tidak serta merta langsung mengganti kurikulum secara keseluruhan, tapi dapat dimulai dengan menerapkan beberapa komponen untuk prinsip penting dari Kurikulum Merdeka,” urai Anindito.

Ia menambahkan, sekolah-sekolah yang sudah siap boleh langsung mengganti kurikulum yang digunakan.

Intinya, tutur dia, ini adalah perjalanan yang tujuannya adalah perbaikan pembelajaran.

“Kita tidak ingin sekolah mengganti kurikulum hanya sekadar kosmetik, sekedar di dokumen, tapi tidak berdampak pada kualitas pembelajaran padahal itu tujuan sebenarnya,” tegas Anindito.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *