TABLOIDELEMEN.com – Google Doodle mengenang sosok Sapardi Djoko Damono.
Google Doodle itu menampilkan animasi Sapardi Djoko Damono dengan penampilan khasnya yang berkacamata tebal dan topi pet.
Ia memegang buku di tangan kanan serta payung di tangan kiri, yang meneduhinya dari rintik hujan.
Gambar ini agaknya terinspirasi puisi terkenal mendiang satrawan tersebut yakni Hujan Bulan Juni.
Tim Google memang sengaja khusus membuat ilustrasi sastarawan dengan berbagai puisi yang keren untuk mengenang hari yang seharusnya menjadi ulang tahunnya ke-83.
Profil Sapardi Djoko Damono
Mungkin tidak semua orang Indonesia mengenal sosok Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1940. Berdasarkan kalender Jawa, ia lahir di Bulan Sapar
Sehingga ayahnya, Sadyoko, yang merupakan abdi dalem di Keraton Kasunanan, memberinya nama Sapardi.
Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam keyakinan.
Sapardi kecil gemar membaca buku di perpustakaan yang kemudian menjadi awal perjalanannya dengan kata-kata.
Namun ia baru mulai menulis puisi ketika bersekolah di SMA Surakarta sampai akhirnya kerap dimuat di majalah.
Potensinya semakin terasah ketika kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, lulus sebagai sarjana Sastra Inggris yang dilanjutkan studi master Sastra Indonesia.
Ia sempat pula bekerja sebagai penyiar radio dan asisten teater, yang membuat kecintaannya pada puisi semakin dalam.
Sapardi Djoko Damono baru merilis kumpulan buku puisi pertamanya di tahun 1969, berjudul “dukaMu abadi”.
Debutnya ini sukses besar karena puisinya lebih mencerminkan kondisi manusia ketika kala itu lebih banyak penyair Indonesia berfokus pada refleksi dan gagasan masyarakat.
Pada tahun 1994, Sapardi Djoko Damono menerbitkan Hujan Bulan Juni, buku kumpulan puisi terpopulernya, yang menginspirasi sejumlah musisi untuk membuat komposisi lagunya.
Sepanjang kariernya, Sapardi Djoko Damono tak hanya aktif membuat puisi namun juga sebagai dosen di Universitas Indonesia dan penerjemahan.
Sejumlah karya asing yang diterjemahkannya termasuk The Old Man and the Sea, milik Ernest Hemingway.
Sepanjang hidupnya, ia telah menerima berbagai penghargaan SEA Write Award di tahun 1986 dan The Achmad Bakrie Award for Literature pada tahun 2003.
Kepergiannya di tahun 2020 lalu tentu meninggalkan duka besar bagi dunia literasi Indonesia.
Namun karyanya tetap abadi karena pesonanya yang mampu memikat penggemar lintas usia, di dalam maupun luar negeri.

Meletakkan literasi digital menjadi urgensi, sebagai upaya transformasi untuk menghasilkan talenta digital dan menjadi rujukan informasi yang ramah anak, aman tanpa konten negatif.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News