Blangkon, Mahkota Wibawa Lelaki Jawa

MAHKOTA WIBAWA LELAKI JAWA.Orang Jawa memakai blangkon pada berbagai kegiatan penting dan mempunyai makna filosofis yang kuat, melambangkan pandai menyimpan rahasia dan aib.
MAHKOTA WIBAWA LELAKI JAWA.Orang Jawa memakai blangkon pada berbagai kegiatan penting dan mempunyai makna filosofis yang kuat, melambangkan pandai menyimpan rahasia dan aib.

TABLOIDELEMEN.com – Blangkon, bukan sekadar penutup kepala. Blangkon menjelma simbol wibawa, kehormatan, dan filosofi mendalam bagi masyarakat Jawa.

Istilah “blangkon” sendiri muncul karena penutup kepala ini siap pakai, berbeda dengan pendahulunya, udeng, yang pemakainya lilit sendiri.

Sejarah blangkon membawa kita kembali ke masa lampau.

Awalnya, kaum lelaki Jawa menggunakan iket atau udeng, kain panjang yang harus mereka ikat secara rumit.

Beberapa cerita rakyat menyebut, penggunaan ikat kepala ini berkaitan erat dengan para penyebar agama Islam yang saat itu berambut panjang.

Bacaan Lainnya

Bentuk tonjolan atau mondolan khas blangkon gaya Yogyakarta dan beberapa daerah lain, ternyata mewakili ikatan rambut panjang tersebut.

Blangkon mondolan ini memegang makna filosofis yang kuat, melambangkan pandai menyimpan rahasia dan aib.

Berbeda dengan Surakarta atau Solo, blangkon Solo menunjukkan bentuk trepes atau rata pada bagian belakang.

Hal ini mencerminkan para pengikut ajaran Islam di sana sudah memotong rambut mereka, menyimbolkan pengendalian diri yang kuat.

Mahkota Wibawa Lelaki Jawa

Orang Jawa memakai blangkon pada berbagai kegiatan penting.

Mereka mengenakannya sebagai pelengkap busana adat Jawa (Jawa Jangkep) saat menghadiri pernikahan, upacara adat keraton, atau acara resmi lainnya.

Kini, blangkon juga menjadi bagian dari seragam ASN dan pelajar di beberapa daerah pada hari-hari tertentu.

Pemakaian blangkon menegaskan identitas, menunjukkan martabat, dan rasa hormat terhadap tradisi leluhur.

Kain utama pembuat blangkon adalah kain batik, umumnya berbahan katun.

Corak batik penutup kepala ini punya beragam motif, seperti Kumitir atau Truntum untuk gaya Yogyakarta, dan Kesatrian untuk gaya Solo.

Motif-motif ini bukan sekadar hiasan, mereka membawa pesan mendalam.

Misalnya motif Kumitir melambangkan semangat berusaha keras.

Pembuat blangkon merekatkan kain batik pada pola yang sudah mereka cetak sehingga menghasilkan bentuk siap pakai.

Harga satu blangkon bervariasi sekali, tergantung kualitas bahan kain, kerumitan motif, dan tingkat kehalusan pengerjaan.

Harga blangkon yang umum beredar di pasaran mulai dari sekitar Rp20.000 hingga mencapai Rp300.000 bahkan lebih untuk kualitas alusan (sangat halus) atau khusus.

 

 

Pos terkait