TABLOIDELEMEN.com – Angka prevalensi stunting atau gangguan pertumbuhan kronis pada anak di Kabupaten Purbalingga tercatat turun 0,44% dari 11,78% pada tahun 2023 menjadi 11,34% di tahun 2024.
Angka tersebut mengacu pada data Elektronik Pelaporan dan Pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM).
Meski demikian, pengentasan stunting tetap menjadi masalah nasional untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Mewakili Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Purbalingga, Suroto mengatakan penanganan stunting di Purbalingga berhimpitan dengan penanggulangan kemiskinan.
“Terutama 8 area intervensi misalnya RTLH, sanitasi, akses air bersih dan lain sebagainya,” katanya, Jumat 14 Februari 2025.
Turun Jadi 11,34%
Suroto juga menjelaskan gambaran kasus stunting di Kabupaten Purbalingga tahun 2024 sesuai ePPGBM.
Sebanyak 61.344 balita atau 96,8% telah melalui penimbangan.
Hasil penimbangan tersebut terdapat 6.487 balita (10,6%) termasuk underweight atau kurus berdasar tinggi badan, 2.969 balita (4,8%) wasting atau kurus berdasar umur dan 6.956 balita (11,34%) stunting.
Perihal penanganan stunting, Pemkab Purbalingga juga selalu memberi dukungan anggaran intervensi.
Baik intervensi sensitif melalui sejumlah OPD, maupun intervensi spesifik oleh Dinas Kesehatan.
Total anggaran untuk intervensi spesifik (oleh Dinkes) sebesar Rp 81,5 miliar.
Kegiatannya meliputi : screening dan pelayanan kesehatan remaja putri, calon pengantin, ibu hamil dan bayi/balita; pemberian makanan tambahan kepada balita dan Ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK).
Kemudian penyediaan JKN PBI-APBD; penyediaan alat kesehatan, obat dan BMHP; jambanisasi; penggerakan kader kesehatan dan napping
Serta dukungan operasional puskesmas dalam penanganan stunting.
Tercatat, faktor determinan tertinggi yakni lingkungan keluarga dengan kebiasaan merokok (51,51%), kedua, kepesertaan JKN (28,61%),
Selanjutnya riwayat masalah kesehatan ibu hamil (10,97%), jamban sehat (4,62%), penyakit penyerta (3,13%), air bersih (1,04%), dan kecacingan (0,13%).
“Untuk balita yang belum ter-cover JKN, dapat melalui program UHC,” katanya.
Suroto merinci tantangan mengenai stunting juga menyangkut data.
Karena untuk mengetahui kasus prevalensi stunting terdapat 2 sumber data, antara lain : ePPGBM dan Survei Status Gizi Indonesia/Status Kesehatan Indonesia (SSGI/SKI).
Data ePPGBM merupakan data by name by address balita real time bulanan yang dilakukan oleh puskesmas, sedangkan SSGI/SKI merupakan survei tahunan dengan metode sampling.
Penghitungan prevalensi stunting menurut SSGI/SKI Kabupaten Purbalingga berada di angka 26% di tahun 2023 (Tahun 2024 ada rilis).
Ini menajdi Indikator Utama Pembangunan (IUP) dalam RPJPD Kabupaten Purbalingga tahun 2020 – 2045 maka perlu kerja keras dalam percepatan penurunan stunting,” katanya.
![](https://tabloidelemen.com/wp-content/uploads/2022/12/yudhi.jpg)
Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News