Dalam bahasa Arab, lafal zauj (زوج) dipakai untuk makna suami sedangkan lafal zaujah (زوجة) dipakai untuk makna istri. Akan tetapi Al-Qur’an menyebut istri dengan lafal zauj (زوج) selayaknya menyebut seorang suami.
Ibnu Asyur dalam tafsir Tahrir wa Tanwir menyatakan penyebutan tersebut sebagai pertanda bahwa ketika seorang laki-laki dan perempuan menikah maka keduanya memiliki kesetaraan sebagai dua insan yang bersatu dalam biduk rumah tangga.
Masing-masing adalah belahan jiwa bagi pasangannya. Sebagaimana Al-Qur’an menyebut laki-laki dan perempuan adalah setara di hadapan Allah. اَنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ
“… Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…” (QS Ali Imran: 195).
Lebih jauh lagi, dalam ayat yang lain Al-Qur’an menyebutkan: هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ “…Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…” (QS Al-Baqarah: 187).
Uniknya, ketika suami-istri tidak mencapai keserasian dalam rumah tangga baik dalam perilaku maupun aqidahnya, Al-Qur’an menyebut istri bukan dengan lafal zauj melainkan memakai lafal imraah (امرءة).

Menulis itu tidak selalu dengan paragraf-paragraf yang panjang. Menulislah tentang perasaan kita dan tentang apa yang ada dipikiran kita. Tanpa tersadar, kita sesungguhnya telah menulis.
Baca update informasi pilihan lainnya dari kami di Google News