TABLOIDELEMEN.com – Mulai 17 Februari 2025, sebanyak 47 sekolah di Kabupaten Purbalingga bakal mendapat Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Badan Gizi Nasional (BGN).
Ada 3 yayasan sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terlibat dalam program MBG di Purbalingga.
Ketiga SPPG itu adalah Yayasan Ar Rahma Bhakti Jatisaba melayani 25 sekolah dengan 6804 anak.
Kemudian, Yayasan Al Amin Brubahan Barokah melayani 10 sekolah dengan 3401 anak.
Sedangkan Yayasan Mitra Berkah Sinergi melayani 12 sekolah dengan 2730 anak.
“Sementara baru menyasar 12.935 Siswa siswa di 47 sekolah. Ini menyesuaikan kemampuan jangkauan SPPG yang ada,” kata Komandan Kodim 0702/Purbalingga, Letkol Inf Untung Iswahyudi, Jumat 14 Februari 2025.
Ia menjelaskan, 47 sekolah ini akan menerima MBG terus menerus setiap jam makan siang.
“Namun demikian belum semua sekolah mendapatkan program ini,” katanya.
Ia menjelaskan, saat peluncuran besok, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akan memonitor secara sampel di 4 titik sekolah.
Yakni di SMP Negeri 2 Purbalingga, SMP Negeri 4 Bobotsari, SMP Negeri 1 Bojongsari dan SMA Negeri 1 Kemangkon.
Termasuk monitoring dapurnya. Karena, ada pembatasan untuk jarak distribusi setiap dapur maksimal 6 kilometer dengan waktu tempuh maksimal 30 menit
Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga, Herni Sulasti menyatakan siap untuk memfasilitasi dan mengawal program dari pemerintah pusat ini agar tidak terjadi masalah.
Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Purbalingga yaitu memastikan keamanan pangan.
“Hal ini untuk memastikan anak-anak aman mengonsumsi MBG ini. Tidak bermasalah dan tidak ada kejadian keracunan,” kata Sekda.
Untuk memastikan keamanan pangan MBG lanjut Herni, tim Kesehatan Kabupaten Purbalingga akan menginspeksi dapur-dapur yang ada.
Mulai dari alur dapur, kualitas air minum, pemeriksaan sampel bahan baku dan sampel makanan.
Tim ini juga akan berkoordinasi dengan Loka POM untuk pemeriksaan secara laboratoriumnya.
“Secara teknis harian nanti, bahwa sebelum tahap distribusi makanan ke anak-anak akan ada uji organoleptik atau pengujian secara indrawi secara sampel,” katanya.

Menulis itu tentang mau atau tidak. Saya meyakini hambatan menulis bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena merasa tidak bisa menulis dengan baik
Baca update artikel lainnya di Google News